Muhasabah (Introspeksi Diri)

307

Arti Muhasabah-Muhasabah artinya melihat kepada diri sendiri, melihat apa yang ada dalam diri kita, dan apa saja amal-amal yg telah kita kerjakan untuk menghadapi masa yang akan datang. Muhasabah adalah introspeksi diri, yakni meneliti dan mengevaluasi diri kita sendiri mengenai amal apa yang telah kita lakukan. Jika amal yang telah kita lakukan adalah amal baik, maka kita bisa meningkatkan amal tersebut. Sebaliknya, jika amal yang telah kita lakukan termasuk amal yang buruk, maka kita harus segera menyesali dan mengistighfarinya serta sebisa mungkin untuk tidak mengulanginya di masa yang akan datang. Allah Swt. berfirman :

يٰٓاَيُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُون

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Hasyr : 18)

Ayat ini menggunakan awalan kata Ittakullah yang merupakan seruan untuk bertakwa/takut kepada Allah, kemudian setelah kata waltandur nafsun (muhasabah), Allah menegaskan lagi dengan kata wattakullah (Dan bertakwalah kepada Allah). Dua seruan takwa yang mengapit kata muhasabah ini mengingatkan kepada kita agar selalu introspeksi diri dan berada dalam koridor takwa kepada Allah.

Waktu yang tepat untuk muhasabah (introspeksi diri)

Kapan kita harus bermuhasabah? Kita harus bermuhasabah setiap saat. Kita tidak perlu menunggu hari esok untuk mengevaluasii diri kita, apalagi sampai menunggu pergantian tahun untuk membuat resolusi di tahun selanjutnya.

Lalu, mengapa kita harus bermuhasabah (introspeksi diri) setiap saat?

Kita harus selalu bermuhasabah, harus senantiasa melakukan introspeksi terhadap diri kita, karena sebagai manusia kita pasti memiliki watak yang sering melupakan dosa-dosanya yang telah lalu, padahal masih banyak dosa-dosa yang belum kita istighfari.

Pentingnya muhasabah (introspeksi diri)

Dalam kitab Tafsir Yasin, Syekh Hamami Zadah menjelaskan bahwasannya setelah mati manusia akan mendapatkan 4 pertanyaan, yaitu :

  1. Umurnya : Untuk apakah ia habiskan?

Umur itu seperti es batu yang kita gunakan maupun tidak, pasti akan habis. Maka gunakan umur itu untuk beramal sebaik-baiknya dan senantiasa untuk muhasabah (introspeksi diri) , sebab amal sekecil apapun akan mendapatkan balasan di hari akhir nanti. Allah Swt. berfirman :

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهُ

Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, dia akan melihat (balasan) nya. (Q.S. Az-zalzalah : 7)

  1. Masa mudanya, untuk apakah ia habiskan?

Masa muda adalah masa saat manusia itu bisa produktif, keadaan tubuh masih sehat, pendengaran baik, penglihatan baik, serta banyak pekerjaan yang bisa kita kerjakan saat kita muda dan tidak bisa kita kerjakan pada masa tua. Surat Ar-Rum ayat 54 menjelaskan bahwasannya Allah menjadikan manusia dari keadaan lemah (bayi), kemudian kuat (muda), lalu setelah puncak kekuatan, maka manusia akan lemah lagi (masa tua).

Allah Swt. berfirman :

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ

 وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْر

“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (Q.S. Arrum : 54).

3. Hartanya : Darimanakah ia mendapatkannya?

Apakah dengan cara yang Halalan Thoyyiban atau sebaliknya? Sumber harta yang halal adalah harta yang kita peroleh dengan cara yang benar menurut syariat. Islam menekankan pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal, seperti melalui perdagangan yang jujur, pekerjaan yang halal, dan cara-cara lain yang benar dan boleh dalam syariat. sedangkan Thoyyib memiliki makna kualitas yang baik. Selain halal, harta yang kita peroleh juga harus thoyyib. Maksudnya, harta tersebut berkualitas baik, bersih, dan tidak merugikan orang lain.  Oleh karenanya, mari kita renungi, mari kita introspeksi diri kita, apakah harta yang telah kita dapatkan itu sudah kita peroleh dengan cara yang halal dan thoyyib.

4. Hartanya : Ia gunakan untuk apa?

Prinsip menggunakan harta

Seorang muslim harus menggunakan hartanya sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diajarkan dalam agama. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain :

  • Menggunakan harta untuk memenuhi kebutuhan dasar : Harta harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar diri sendiri dan keluarga, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Ini adalah tanggung jawab utama setiap individu.
  • Menggunakan harta untuk sedekah dan infak : Mengeluarkan sebagian dari harta untuk sedekah dan infak sangat dianjurkan dalam Islam. Ini termasuk membantu fakir miskin, yatim piatu, orang-orang yang membutuhkan, dan mendukung berbagai kegiatan sosial yang bermanfaat.
  • Menggunakan harta untuk berzakat : Membayar zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki harta yang telah mencapai nisab (jumlah minimum). Zakat adalah bentuk ibadah finansial yang tujuannya membersihkan harta dan membantu yang membutuhkan.

Kesimpulan :

Pertanyaan-pertanyaan dalam penjelasan Kitab Tafsir Yasin tersebut menekankan pentingnya tanggung jawab dan amanah dalam Islam. Allah memberikan berbagai nikmat kepada manusia seperti umur, ilmu, dan harta. Setiap nikmat tersebut harus kita gunakan sesuai dengan ajaran Islam dan untuk tujuan yang baik. Hal ini mengajarkan kepada umat Islam untuk selalu introspeksi diri dan berusaha untuk menggunakan setiap kesempatan dan nikmat yang telah Allah berikan dengan sebaik-baiknya.

Mengetahui bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang kita miliki, mendorong kita untuk lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan, lebih produktif dalam menggunakan waktu, lebih bijak dalam mengelola harta, dan lebih bersemangat dalam mengamalkan ilmu. Semua ini merupakan upaya untuk mencapai kehidupan yang diridhai Allah di dunia dan akhirat.

Penulis : Lilis Teti Mufaroh

-KH Hasan Asy’ari