RELIGIUSITAS SEBAGAI SUBSTANSI KONTROL SOSIAL

156

Dibandingkan dengan berbagai mobilitas sosial yang ada, kenakalan anak menjadi isu sosial yang paling sering muncul akhir-akhir ini. Tidak jarang kasus kenakalan anak bermekaran di wilayah perkotaan, seperti klithih, begal, gengster dan lain sebagainya. terdapat 51 kasus kenakalan remaja pada tahun 2017 yang tercatat di POLDA DIY, dengan usia pelaku 14 tahun hingga 18 tahun. sampai pada tahun 2021 kasus kenakalan remaja di DIY tercatat sejumlah 37 kasus. Cukup membuktikan, bahwa kenakalan remaja merupakan isu yang belum usai juga sampai saat ini.

Hal tersebut dikarenakan kurangnya kontrol sosial anak terhadap pendidikan karakter serta pengaruh konformitas teman sebaya. Namun, tidak dapat dipungkiri juga, proses belajar anak di lingkungan keluarga dan masyarakat mempengaruhi perilaku kenakalan anak.

Menurut penelitian Dadan Sumara (2017), keluarga dengan latar belakang broken home,KDRT,ekonomi lemah berpotensi mempengaruhi perilaku kenakalan anak. Maka untuk menanggulangi kenakalan tersebut, anak memerlukan tindakan kontrol sosial dari para stake holder seperti tokoh spiritual maupun orang tua dengan pola asuh yang positif.

Tokoh spiritual sebagai pendidik spiritualitas memerankan fungsi penting dari agama, yaitu sebagai penontrol sosial. Berbagai didikan religi melatih muhasabah diri anak untuk menjadi manusia yang berkahlaqul karimah. Sholat misalnya, anak yang terbiasa dilatih untuk sholat, psikososialnya akan terbentuk dengan baik. Anak menjadi terlatih untuk hidup disiplin dan terlatih memiliki hati yang tawadhu’.

Sisi lain membahas kontrol sosial dari pandangan sosiologi, terbagi menjadi empat unsur, yaitu Atachment, Involvement, Commitment, believe. Keempat unsur ini menjadi tolak ukur bagaimana seorang anak bisa mendapatkan hak kesejahteraan dirinya. Kesejahteraan yang dimaksud yaitu kesejahteraan psikologi dan sosial. Kesejahteraan psikologis anak ditandai dengan internalisasi anak terhadap pemahaman tujuan dan makna kehidupan. Sedangkan kesejahteraan sosial, anak akan mampu memiliki relasi yang sehat di lingkungan masyarakat maupun keluarga.

Travis Hirschi menggagaskan empat unsur kontrol sosial, di antaranya ;
Pertama, attachment (kasih sayang). Sosialisasi dalam kelompok primernya, seperti keluarga mempengaruhi perilaku anak untuk patuh terhadap peraturan. Anak yang memiliki sosialisasi positif dengan orang tua akan membangun kesadaran pentingnya mematuhi peraturan

Kedua, involvement (keterlibatan) yaitu partissipasi anak pada kegiatan-kegiatan konvensional, seperti organisasi, ekstrakulikuler sekolah dan lainnya. Ketrlibatan anak terhadap aktivitas tersebut melatih anak untuk bersosialisasi dengan relasi yang positif. Dengan ketersibukkan anak terhadap kegiatan positif, maka semakin sedikit peluang anak terjerumus kegiatan unfaedah atau kegiatan negatif.

Ketiga, commitment (tanggung jawab) merupakan kontrol perilaku anak dengan menanamkan rasa tanggung jawab terhadap segala konsekuensi perilaku yang dilakukan, ketika anak melakukan kenakalan, ia mampu memahami konsekuensi buruk yang akan diterimanya.

Terakhir, believe (kepercayaan) yaitu penanaman sikap kepatuhan, kesetiaan pada norma-norma di masyarakat. Anak diberi keyakinan agar bisa mengunggulkan eksistensi norma yang ada di masyarakat, seperti mampu mensosialisasikan norma-norma kepada teman sebaya.

Menelaah dari unsur kontrol sosial tadi, sudah saatnya kita sebagai manusia agamis memiliki kiprah terhadap upaya kontrol sosial di lingkungan sekitar. Generasi agamis diharapkan menjadi agen perubahan untuk mengolah pendidikan karakter anak. Sebab, religiusitas memiliki nilai kontrol sosial yang melatih karakter anak mengarah pada substansi kesejahteraan sosial.

Editor: Ani Durotun

Referensi:

Gambar: Diakses pada tanggal 3 Maret 2023 https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-kontrol-sosial/113849