Dalam dunia keilmuan Islam, pemahaman dan keberkahan atas ilmu yang dipelajari merupakan sebuah orientasi yang hendak dicapai seorang penuntut ilmu. Akan tetapi, ada sebuah statement dalam bahasa Jawa yang sekiranya perlu diberikan komentar. Statement itu kurang lebih seperti ini, “paham ra paham seng penting mangkat”. Mungkin bagi sebagian orang, statement tersebut sesuai dan mewakili kenyataan yang ada. Namun menurut pendapat saya justru terkesan mengesampingkan usaha, karena seperti tidak memberikan effort yang maksimal ketika menimba ilmu.
Mengapa dikatakan demikian? Pemahaman terhadap sebuah ilmu yang sedang dipelajari merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan. Hal ini memang bukan merupakan sesuatu yang mudah karena kadar kemampuan setiap orang berbeda dalam memahami sebuah ilmu atau pelajaran. Namun semua memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk mencapai sebuah pemahaman.
Terkait dengan hal ini, terdapat sebuah pepatah arab: “”تعلّمْ فإنّ المَرءَ لا يُولَدُ عالما yang artinya, “Belajarlah, kerena sesungguhnya seorang itu tidak lahir dalam keadaan ‘alim (cerdas).” Kemudian Nabi SAW juga mendoakan Ibnu Abbas dengan doa: “أللهم فقّهْه في الدِّينِ وعلّمْه التّأويل”. Selain itu, pemahaman menjadi kunci dalam konteks kita mengamalkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari. Tidak mungkin kita hanya mengandalkan berkah dari apa yang kita pelajari untuk disampaikan kepada masyarakat atau orang lain. Karena yang kita sampaikan adalah ilmu, bukan keberkahan.
Salah satu contoh mengenai pentingnya sebuah pemahaman atas ilmu adalah kisah tentang Rabi’ bin Sulaiman, salah satu murid Imam Syafi’i yang bathiul fahm. Dikisahkan bahwa Rabi’ mempelajari sebuah ilmu kepada Imam Syafi’i, namun ia tidak kunjung paham tentang apa yang dipelajarinya. Kemudian dia selalu berusaha untuk memahami walaupun sempat ingin menyerah. Imam Syafi’i terus menerus mengulangi apa yang disampaikannya agar Rabi’ ikut mengulanginya sebanyak 40 kali. Pada akhirnya, dalam sebuah kesempatan Imam Syafi’i memotivasi Rabi’ untuk terus belajar dan berdoa hingga akhirnya ia bisa paham. (Taqiyuddin as-Subki: 1993)
Dari kisah tersebut, dapat dilihat tentang bagaimana pentingnya sebuah usaha, perjuangan dan pemahaman. Rabi’ yang terus berusaha dalam memahami ilmu yang dipelajari dan Imam Syafi’i yang tidak henti-hentinya membimbing Rabi’ sampai ia paham. Terkait hal ini, saya sering mengatakan kepada diri sendiri dan teman-teman sekitar bahwa jangan pernah menyerah untuk selalu berusaha memahami pelajaran yang terlihat susah, karena semuanya memiliki masa dan waktu yang berbeda untuk diberikan futuh oleh Allah SWT.
Selain itu, masih banyak kisah-kisah atau contoh dari para ulama, baik klasik maupun kontemporer dalam hal menuntut ilmu. Beliau-beliau tidak hanya terpaku pada berkah ataupun nasab mulia yang dimiliki. Akan tetapi juga mengerahkan segala kemampuan, harta, waktu dan tekad yang kuat untuk mencari ilmu dan memperoleh pemahaman penuh yang nantinya akan bermanfaat bagi diri sendiri dan umat.
Kembali ke statement awal bahwa Berkah juga menjadi salah satu tujuan utama bagi seorang penuntut ilmu. Hal ini dikarenakan berkah merupakan support system dari sebuah pemahaman. Biasanya seseorang yang mendapatkan keberkahan dalam proses belajar, maka akan cepat di-futuh (diberikan pemahaman yang baik) oleh Allah SWT dan juga lebih lancar dalam menyampaikan ilmu-ilmu yang ia peroleh kepada masyarakat atau orang sekitar. Salah satu cara untuk mendapatkan keberkahan dalam belajar adalah memperbaiki niat, menghormati guru, ilmu, dan segala sesuatu yang termasuk bagian dari perangkat belajar.
Pada akhirnya, berkah dan paham diibaratkan dengan dua belah mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Keduanya sama-sama berperan dan menjadi tujuan utama yang hendak dicapai oleh seseorang dalam proses menuntut ilmu.
Penulis: Turkey Al Zhafir
Baca juga: Wanita di antara Lembaran Kitab Kuning
👍