REZEKI, KEBAIKAN dan CINTA ALLAH SWT

131

Dalam suatu hadis, dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

ان الله يعطى الرزق لمن يحب و من لايحب

Yang bisa dipahami dalam makna hadis ini, menyatakan bahwa Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada orang yang Dia cintai dan orang yang tidak Dia cintai. Jadi, siapapun orangnya, baik yang dicintai maupun yang tidak dicintai Allah, bagaimanapun dia, sama-sama mendapat jatah rezeki dari-Nya dan mendapat bagiannya masing-masing.

Diantara para nabi yang dalam kisahnya dikaruniai rezeki yang tampak, yakni Nabi Sulaiman yang memiliki kekayaan yang luarbiasa dan istri yang tak hanya satu. Tapi kekayaan ini tidak menimbulkan perasaan sombong, riya’ dan sifat buruk yang lain bagi beliau. Bahkan Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam mengatakan “هذا من فضل ربي” (hadzaa min fadli robbi), ini adalah sebagian dari fadhilah milik Allah. Yang belum tentu kita semua bisa terus beristiqomah dalam mencontoh beliau.

Adapun nabi lain, Nabi Isa adalah satu dari para nabi yang diberi rezeki paling sedikit. Beliau tidak punya istri, rumah, juga keluarga. Beginilah Nabi Isa yang tidak banyak memiliki rezeki berupa materi, yang jika dilihat dari kisahnya hampir tidak punya apa-apa. Tapi bagaimana kedudukan beliau? Justru Nabi Isa ‘Alaihissalam dijadikan sebagai orang yang istimewa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dijadikan bagian dari golongan nabi yang termasuk dalam Ulul Azmi.

Yang menjadi persoalan mengenai rezeki ini untuk menghindari kesalah pahaman, ketika ada rezeki materi kita tidak perlu sombong, tidak punya rezeki maka tidak perlu merasa bersusah hati. Karena dalam lanjutan hadis ini dijelaskan ولكن الله يعطى الدين لمن يحبه , tapi Allah memberikan agama kepada orang yang Dia cintai. Jika rezeki diberikan kepada siapa saja, maka agama Allah adalah yang hanya diberikan kepada orang yang Allah cintai. Sebagai contoh, meskipun seseorang ketika kecil tidak tau apa-apa, tidak mau shalat, ketika mati ia bisa berada dalam keadaan beriman, itu karena ia dicintai oleh Allah. Tapi bagi yang tidak dicintai Allah, se’alim apapun, ia mati pun bisa saja dalam keadaan kafir. Na’udzu billah.

Lalu, siapakah yang dicintai oleh Allah? Orang yang dicintai Allah adalah orang yang muhsin, orang yang baik. Nah, orang yang baik itu siapa? Orang baik menurut Rasulullah, adalah orang yang berbuat kebaikan, bahkan kepada orang yang melakukan keburukan. Orang yang berbuat baik pada orang yang berbuat buruk. Apakah itu mudah? Akan terasa sulit, jika tidak dibiasakan. Semisal suatu saat kita dipukul, lalu kita akan berbuat apa? Apakah membalas memukul? Jawaban yang umum sudah pasti diketahui jika tidak melihat hadis Rasulullah yang satu ini. Maka perlulah pembiasaan dari diri sendiri.

Seseorang berkelakuan baik kepada orang yang berbuat buruk itu karena dirinya telah terbiasa dan menjadi orang yang baik. Ketika memiliki diri yang baik, diperlakukan apapun nantinya juga akan membalas dengan kebaikan. Dipukul, membalas baik. Dijewer, membalas baik. Dirasani, membalas baik. Diapa-apakan membalas baik. Karena yang dimiliki dalam hatinya adalah kebaikan.

Sedangkan jika yang dimiliki adalah keburukan, maka diperlakukan baik pun belum tentu baik balasannya. Sebabnya, yang ada di dalam hati adalah keburukan. Diperlakukan baik membalas buruk. Diperlakukan buruk, buruk pula balasan yang ditampakkan. Diperlakukan bagaimanapun akan dibalas buruk, karena dasarnya yang ada pada dirinya adalah keburukan.

Jadi, menurut Allah dan Rasulullah, orang baik adalah ahsana man asaa’a (orang yang berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk). Nah, hendaknya kita berusaha belajar menjadi orang yang seperti ini. Menjadi prinsip dan kepentingan bagi diri kita agar kita dicintai oleh Allah. Ketika Allah sudah cinta, hilang pun akan dicari, dimanapun akan diperhatikan oleh Allah, bagaimanapun keadaannya akan diperhatikan dan dijaga oleh Allah, hal ini adalah nikmat bagi orang yang berbuat baik dan mendapatkan cinta Allah.

Semoga kita termasuk golongan orang yang baik yang dapat meraih cinta Allah.