Isra mi’raj ialah salah satu peristiwa yang dialami Rasulullah SAW yang sampai kapanpun tidak akan bisa diterima oleh logika manusia. Bagaimana tidak? Pada masa ketika transportasi tidak secanggih saat ini, Rasulullah SAW berhasil melakukan perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa kemudian naik ke Sidratul Muntaha hanya dalam waktu satu malam. Peristiwa ini kemudian diceritakan dalam ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui [QS. Al-Isra’, ayat 1]
Apa yang bisa kita pelajari dari ayat suci tersebut? Pertama yakni kata سُبْحَٰنَ ahli tafsir berpendapat bahwasannya ayat yang diawali tasbih berarti menunjukkan mukjizat yang luar biasa. Kedua, kata أَسْرَىٰ yang bermakna “telah memperjalankan”. Artinya Allah SWT lah yang mengendalikan perjalanan Isra’ Mi’raj itu, bukan Rasulullah sendiri. Ketiga, selain dari segi waktu logika kita juga mungkin mempertanyakan bagaimana bisa Rasulullah SAW menembus langit dengan selamat padahal bumi dilapisi oleh lapisan ozon yang bisa membakar sebuah meteor. Lantas jawaban itu dijabarkan oleh kata ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ yang berarti Allah SWT memberkahi sekeliling Nabi Muhammad SAW sehingga menjadi tameng perlindungan dalam perjalanan beliau.
Selepas Isra’ Mi’raj, Nabi SAW kemudian mengabarkan perintah Allah SWT berupa shalat 5 waktu dan menceritakan apa yang telah beliau alami kepada para sahabat. Saat itulah keimanan sahabat diuji, tidak sedikit dari para sahabat yang justru mencaci dan menuduh gila lantaran cerita beliau. Tapi ada satu sahabat Nabi yaitu Abu Bakar yang tak secuilpun memiliki keraguan pada kebenaran kisah Rasulullah SAW. Sehingga gelar As-Shiddiq disematkan pada beliau. Sikap beliau inilah yang harus kita teladani dalam menanggapi kekonkretan kisah Isra’ Mi’raj. Sebab dalam bergama tidak segala hal harus dilogika. Itulah fungsinya iman.
Penulis : Siti Mauidhotun Hasanah
Editor : Ani Durotun
Referensi: Alluqmaniyyah. Pengajian Akbar Harlah ke XXIII PP. Alluqmaniyyah Yogyakarta 2023. https://youtube.com/live/4DL9HejlQ6o
Sumber gambar: Liputan 6