Membaca Al-Qur’an Terjemah bagi Wanita Haid, Bolehkah?

41

Membaca Al-Qur’an adalah ibadah yang memiliki keutamaan dan merupakan bagian  penting dari kehidupan sehari-hari umat muslim. Oleh karena itu, penting bagi kita terutama kalangan wanita yang notabene memiliki siklus haid untuk mengetahui mengenai hukum-hukum yang terkait dengannya.

Problematika : Wanita haid membaca Al-Qur’an menggunakan Al-Qur’an terjemah.

Sizuka adalah seorang wanita muda berusia 20 tahun. Pada saat Sizuka sedang dalam  kondisi hadas besar (haid), Sizuka suka membaca ayat suci Al-Qur’an menggunakan Al-Qur’an  terjemah untuk melanggengkan amalannya. Menurut sepengetahuan Sizuka, orang yang sedang dalam kondisi berhadas  besar (haid) boleh membaca Al-Qur’an menggunakan Al-Qur’an terjemah. Suatu hari, ketika Sizuka membaca Al-Qur’an dalam keadaan ia masih haid, tiba-tiba Siti menegurnya. Menurut sepengetahuan Siti,  orang yang sedang berhadas besar (haid) tidak boleh membaca Al-Qur’an walaupun  menggunakan Al-Qur’an terjemah. Siti beranggapan bahwa Al-Qur’an terjemah termasuk mushaf yang mana orang yang sedang berhadas besar (haid) tidak boleh memegangnya.

Note : Membaca dalam artian membaca ayat Al-Qur’an, bukan terjemahnya.

Pertanyaan :

  1. Bagaimana Hukum membaca Al-Qur’an menggunakan Al-Qur’an terjemah saat haid?

2. Apakah Al-Qur’an terjemah termasuk ke dalam mushaf?

Jawaban :

Jawaban Nomer 1 =

Hukum membaca Al-Qur’an (walaupun menggunakan Al-Qur’an terjemah) saat haid adalah haram. 

Hukum keharaman tersebut berdasarkan keterangan dalam kitab Fath al-Qarib Syarah Alfaadhuttaqrib pada fasl haid, istihadhoh, dan nifas yang menyebutkan bahwa perkara yang haram hukumnya bagi wanita yang sedang haid salah satunya adalah membaca Al-Qur’an.

و يحرم بالحيض والنفاس( وفي بعض النسخ »و يحرم على الحيض« )ثمانية أشياء(، أحدها: )الصلوة(، فرضا أو نفلا؛  وكذا سجدة التلاوة والشكر. )و( الثاني )الصوم(، فرضا أو نفلا؛ )و( الثالث )قراءة القرآن

Selain itu, dalam kitab Kaasyifat as-Saja fii syarhi Safinatinnaja pada perkataan Imam Nawawi dalam kitabnya At Tibyan menjelaskan bahwasanya orang junub dan perempuan yang haid haram hukumnya membaca Al-Qur’an meskipun hanya satu ayat atau lebih sedikit (dari satu ayat tersebut).

(و( سادسها: )قراءة القرآن( قال النووي في التبيان: سواء كان آية أو أقل منها ويجوز للجنب والحائض إجراء القرآن على  قلبهما من غير تلفظ به ويجوز لهما النظر في المصحف وإمراره على القلب

Dalam sisi lain, Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar Ba’alawi Al-Hadhrami juga menyatakan  dalam kitabnya Bughyat al-Mustarsyidin bahwasannya seorang yang junub dan haid  haram hukumnya membaca Al-Qur’an dengan tujuan membaca. Namun tidak haram hukumnya jika bertujuan selain membaca, seperti untuk membenarkan kesalahan, belajar, tabarruk, dan do’a.

مسألة : اي: يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم ، وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة  ولو مع غيرها ال مع اإلطالق على الراجح ، وال يقصد غير القراءة كردّ غلط وتعليم وتبرك ودعاء

Apakah Al-Qur’an Terjemah termasuk Mushaf?

Jawaban Nomer 2 =

Al-Qur’an terjemah termasuk mushaf.

Lantas apa yang dimaksud dengan Mushaf?

Syekh Nawawi dalam Kaasyifat As-Saja dan Nihayat Az-Zain memberikan penjelasan  mengenai batasan yang dimaksud mushaf adalah ”sesuatu yang terdapat tulisan Al-Qur’an  dengan tujuan untuk dirasah/belajar”. Berbeda jika bertujuan untuk tabarruk, maka itu namanya Tamimah dan tidak haram menyentuhnya.

Jika hanya merujuk pada ta’rif/definisi dari Syekh Nawawi tersebut, maka  sudah jelas bahwasannya Al-Qur’an terjemah termasuk dalam mushaf. Karena dalam Al-Qur’an terdapat seluruh tulisan ayat-ayat Al-Qur’an.

Selain itu, dalam kitab Nihayat az-Zein, Syekh Nawawi juga memaparkan fatwa dari Sayyid Ahmad  Dahlan yang memfatwakan bahwasannya terjemah Al-Qur’an tetap disebut sebagai Mushaf. Ia  tidak bisa dihukumi sebagai tafsir. Sedangkan jika kita lihat pada kenyataan yang ada di Indonesia sekarang ini, dalam kebanyakan  Al-qur’an terjemah, terjemahnya bersifat tafsir Ma’ani atau tarjamah tafsiriyah, yakni ayat ayat yang perlu penjelasan dan penjabaran lebih banyak lagi pada catatan kaki.

Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an terjemah, jika Bahasa Indonesia / tulisan latinnya nya lebih banyak daripada huruf Al-qur’annya, maka boleh membawanya bagi orang yang tidak memiliki wudhu, baik sedang haid ataupun tidak. Alhasil, jika merujuk pada pendapat ini, maka Al-Quran terjemah bukan termasuk mushaf.

Sumber : Diskusi Malam Selasa Kelas Imrithy (Pembimbing Diskusi 🙂

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini